Selasa, 14 Juni 2016

Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan Jepang

Setelah belanda di taklukkan oleh Jepang di Indonesia pada tanggal 8 maret 1942, maka belanda angkat kaki dari Indonesia. Semenjak itu mulailah penjajahan Jepang di Indonesia.
Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Bangsa Jepang bercita-cita besar menjadi pemimpin ASIA Timur Raya. Sejak tahun 1940 Jepang berencana untuk mendirikan kemakmuran bersama ASIA Raya. Dalam rencana tersebut Jepang menginginkan menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas daerah-daerah Mansyuria, Daratan Cina, Kepulauan Filifina, Indonesia, Malaysia, Thailand, IndoCina dan Rusia. Oleh karena itu jepang menjajah indonesia memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mewujudkan cita-citanya. Pada kesempatan ini, saya akan membahas bagaimana kondisi pendidikan pada masa penjajahan jepang.

1.    Kondisi Pendidikan Masa Penjajahan Jepang

Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya di ganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sistem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang. Tidak mengherankan bahwa segala komponen sistem pendidikannya di tujukan untuk kepentingan perang.

Karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah sebagai berikut:
 
a.       Di hapusnya “Dualisme Pendidikan”
Pada masa Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran Bumi Putra, oleh jepang sistem seperti itu di hilangkan, Hanya satu jenis sekolah rendah saja yang di adakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah Rakyat 6 Tahun, yang ketika itu populer dengan nama”KOKUMIN GAKKO”. Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan namanya di ganti menjadi sekolah pertama.
Jenjang pengajaran pun menjadi:
a.       Sekolah Rakyat 6 Tahun (termasuk sekolah pertama)
b.      Sekolah Menengah 3 Tahun
c.       Sekolah Menengah Tinggi 3 Tahun (SMA-nya pada zaman jepang)
b.      Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk menyediakan tenaga Cuma-Cuma (romusha) prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan jepang. Oleh karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran dan indoktrinasi ketat. Pada akhir zaman jepang terdapat tanda-tanda tujuan menjepangkan anak-anak indonesia. Maka di kerahkan lah barisan propaganda jepang yang terkenal dengan nama “Sendenbu”, yang di beri tugas untuk menanamkan ideologi baru, ideologi itu harus menghancurkan ideologi Indonesia raya.
c.       Proses pembelajaran diganti kegiatan yang tak ada kaitannya dengan pendidikan
Proses pembelajaran di sekolah diganti dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang di laksanakan di sekolah antara lain:
1.      Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang
2.      Membersihkan bengkel-bengkel, asrama militer
3.      Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan
4.      Menanam pohon jarak untuk pelumas.
d.      Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang
Seorang pendidik sebelum mengajar di wajibkan terlebih dahulu mengikuti didikan dan latihan (diklat) dalam rangka penanaman ideologi dan semangat perang, yang pelaksanaannya diklat ini di pusatkan di jakarta selama 3 bulan. Para guru yang sudah mengikuti diklat di wajibkan meneruskan materi yang telah diterima itu kepada teman-temannya. Untuk menanamkan semangat jepang tersebut, kepada murid-murid di ajarkan bahasa jepang, nyanyian-nyanyian semangat kemiliteran.
e.       Pendidikan pada masa jepang sangat memprihatinkan
Kondisi pendidikan jepang bahkan lebih buruk dari pendidikan pada masa penjajahan belanda. Sebagai gambarannya dapat dilihat dari segi kuantitatif trend nya mengalami kemunduran. Poesponegoro menguraikan tentang jumlah sekolah dasar dari 21.500 menurun menjadi 13.500 buah, sekolah lanjutan dari 850 buah menjadi 20 buah, perguruan tinggi terdiri dari 4 buah samasekali dapat melakukan kegiatannya. Jumlah murid sekolah dasar merosot 30% murid, sekolah menengah menurun 90%. Guru sekolah dasar berkurang 35%, guru sokolah menengah yang aktif hanya sekitar 5% saja.
f.       Pemakaian bahasa indonesia sebagai bahasa resmi
Pemakaian bahasa indonesia, baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilakukan. Tetapi sekolah-sekolah itu di pergunakan juga sebagai alat untuk memperkenalkan budaya jepang kepada masyarakat.[1]

2.      Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam

Walaupun kondisi pendidikan pada masa Jepang demikian parahnya, namun bagi pendidikan Islam ada sedikit nilai positifnya.

Menurut Benda, secara umum pendidikan Islam di Indonesia terkait kepada dua hal, yaitu: pertama, terkait dengan kondisi dan situasi yang sangat berpengaruh sekali tentang pendidikan. Kedua, kebijakan Jepang terhadap Islam sejauh yang diamati dalam lintasan sejarah Indonesia , ada dua hal pula yang disentuh dalam hal ini, yaitu sikap dan pandangan Islam terhadap Jepang, dan sikap serta pandangan Jepang terhadap umat islam di Indonesia. Yang pertama, pada masa awal masuknya Jepang ke Indonesia, umat Islam penuh harap bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia yang menjadi harapan bagi setiap bangsa Indonesia dapat terwujud, dengan masuknya Jepang ke Indonesia dan terusirnya Belanda. Sebagai umat islam, bangsa Indonesia yang selama ini merasakan adanya diskriminasi dalam soal kehidupan beragama, dengan masuknya Jepang ke Indonesia akan berakhir.
      Dari pihak Jepang Sendiri pun tidak kalah kepentingannya terhadap umat Islam Indonesia, sebab jumlah kekuatan umat islam yang mayoritas di Indonesia dapat dijadikan modal dasar kekuatan untuk menghadapi perang pasifik, perang, Asia Timur Raya. Karena itu Jepang selalu mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan mengahrgai Islam. Di depan ulama, Letnan Jendral Imam Murah, pejabat militer Jepang tertinggi di Jawa menyampaikan Pidato yang isinya bahwa pihak Jepang bertujuan untuk melindungi dan menghormati Islam.
      Terlebih-lebih lagi pada awal pemerintahan Jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan Islam, mereka menempuh beberapa kebijakan, diantaranya ialah:
 
1.      Kantor Urusan Agama, yang ada pada zaman Belanda disebut Kantoor Voor Islamistische Zaken yang di pimpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diubah ke Jepang menjadi kantor Sumubi yang di pimpin oleh orang Islam sendiri yaitu KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang.
2.      Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan pembela tanah air (PETA). Tokoh-tokoh islam para santri dan pemuda Islam ikut dalam latihan kader militer tersebut, antara lain: Sudirman, Abd. Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman dan lain lain. Tentara pembela tanah air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
3.      Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan. Namun pada bulan oktober  1943 MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI).[2]

3.      Perkembangan Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang 
               Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Jepang ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan umat Islam untuk berkembang.
1.      Madrasah
Awal pendudukan Jepang, madrasah berkembang dengan cepat terutama dari segi kuantitas. Mumpung ada angin segar yang diberikan oleh Jepang, walaupun itu lebih bersifat politis belaka, namun kesempatan itu tidak di sia-siakan begitu saja dan umat islam Indonesia memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, hal ini terutama dapat dilihat di Sumatera yang terkenal dengan Madrasah Awaliyahnya, yang diilhami oleh Majelis Islam Tinggi.
Hampir di seluruh pelosok pedesaan terdapat Madrasah Awaliyah yang dikunjungi banyak ank laki-laki dan perempuan. Madrasah Awaliyah tersebut diadakan sore hari lebih kurang satu setengah jam lamanya, materi yang ajarkan ialah belajar membaca alqur’an, ibadah, akhlak dan keimanan sebagai pelatihan pelajaran agama yang dilakukan di sekolah rakyat pagi hari.


2.      Pendidikan Agama di Sekolah
Sekolah Negeri di isi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini memberi kesempatan bagi para guru agama islam untuk megisinya dengan ajaran agama, dan di dalam pendidikan agama tersebut juga di masukkan ajaran tentang jihad melawan penjajahan.
3.      Perguruan Tinggi Islam
Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir, dan Bung Hatta.
Walaupun jepang berusaha mendekati umat Islam dengan memberikan kebebasan dalam beragama dan dalam mengembangkan pendidikan, namun para ulama tidak akan tunduk pada pemerintahan jepang, apabila mereka menganggu akidah umat. Hal ini dapat kita saksikan bagaimana masa jepang ini perjuangan KH. Hasyim Asy’ari beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yang memerintahkan setiap orang pada jam 07:00 untuk menghadap arah Tokyo menghormati kaisar Jepang yang di anggap keturunan Dewa Matahari. Akibat sikap tersebut beliau ditangkap dan dipenjara oleh jepang selama 8 tahun.
Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-muridnya sekolah setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti (romusha), bernyanyi dan sebagainya. Yang agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang berada di dalam lingkungan pondok pesantren masih dapat berjalan secara wajar.[3] 

Kesimpulan
Pendidikan islam pada masa jepang sangat memprihatinkan, jepang datang menjajah indonesia setelah takluknya belanda ialah dengan memanfaatkan bumi putra untuk kepentingan perang demi tercapainya cita-cita jepang untuk menguasai se Asia Raya dengan begitu jepang menggunakan pendidikan sebagai alat dalam tujuannya. Jepang menerapkan sistem  yaitu jepang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi untuk menggantikan bahasa belanda dan jepang juga menghapus sistem pendidikan era penjajahan belanda
                        Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Jepang ternyata lebih lunak sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan umat Islam untuk berkembang.
1.      Madrasah
2.      Pendidikan Agama di Sekolah
3.      Perguruan Tinggi Islam


[1] Poesponegoro dalam Ramayulis, Aspek Historia Islam Pendidikan Islam. (Padang: IAIN Press, 2009), h. 23.
[2] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012),h. 343.
[3] Ibid, hal 344.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar